Monday 1 April 2013

Artikel IBD "konsepsi ilmu budaya dasar"

Rumah Sakit UI Untuk Masyarakat Miskin
Sunday, 31 March 2013 | Oleh: Akbar- depoknews.com

depoknews.com | Building Officer Rumah Sakit UI, Hengki Ashadi, memastikan bahwa RS UI melayani masyarakat miskin. Baik itu pasien Jamkeda Kota Depok, Jamkesmas, Jampersal, dan masyarakat miskin lainnya.

“Kami jamin tidak ada penolakan untuk pasien miskin. Semua golongan pasien kami layani,” tutur Hengki, Minggu (31/3/13).

Dikatakan Hengki, agar pasien miskin dapat dirawat di RS UI maka pasien tersebut harus mendapatkan rujukan dari puskesmas setempat atau RSUD Depok atau juga rumah sakit swasta.

“Kalau Jamkesda, Jamkesmas, dan Jampersal itu kan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan pusat. Nah, untuk pembiayaan masyarakat miskin akan digunakan teknik subsidi. Pasien kelas satu dan dua mensubsidi pasien kelas tiga,” tandasnya.

Hengki menambahkan bahwa RS UI dapat melakukan berbagai operasi besar. Namun untuk melakukan operasi penyembuhan untuk kasus berat, seperti halnya kanker stadium lanjut maka pasien akan dirujuk ke RSCM, dan RS Fatmawati.
(Akbar)

Sumber

 
Tanggapan terhadap artikel di atas:
           Berilian ya itulah kata yang pantas untuk mewakili sebuah ide mulia yang akan dikembangkan Universitas Indonesia. Membangun sebuah rumah sakit bagi sebuah universitas ternama indonesia ini memang tidak lain untuk menjamin para tenaga ahli lulusan fakultas kedokteran UI. Akan tetapi dengan yakinnya UI ingin membangun sebuah rumah sakit yang bersedia melayani pasien kurang mampu, yang biasanya hanyalah rumah sakit pemerintah saja yang mau melakukannya. Tidak melihat hanya demi keuntungan semata universitas ini juga mementingkan kondisi sekitar yang memeng banyak terdapat warga kurang mampu dan tidak adanya ketersediaan rumah sakit yang memiliki wewenang khusus untuk warga miskin.
          Perhitungan untuk membangun RS gratis bagi warga miskin ini membutuhkan pemikiran yang panjang dengan segala konsekuensinya. Apalagi bila dilihat dari dana pembiayaan yang nanti digunakan untuk melayani warga miskinnya. Bisa dibilang proyek ini termasuk aksi sosial yang melibatkan para tenaga ahli jebolan fakultas kedokteran, keperawatan dan arsitektur. Kita tunggu saja bagaimana UI mampu mengatasi masalah kesehatan di wilayah sekitarnya dengan proyek RS yang mau menerima warga miskin ini. Dengan harapan yang besar dari warga miskin sekitar, jelas UI memiliki beban yang cukup berat. Akan tetapi setelahnya akan banyak manfaat yang dirasakan oleh warga sekitar dan juga jelas UI mampu mencetak dokter-dokter yang bukan sekedar handal namun memiliki tujuan yang mulia untuk meningkatkan kualitas hidup warga miskin yang pada dasarny a hampir tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan fasilitas penunjang kesehatan yang layak.

Artikel IBD "manusia dan kebudayaan"

Ki Jlitheng Suparman Pakai Laptop Saat Pentas Wayang
18 Maret 2013 | 04:28 wib | Solo Metro

Solo, suaramerdeka.com - Kreativitas memunculkan peristiwa yang sering saling melengkapi atau bahkan tidak berhubungan satu sama lain. Seperti yang dilakoni dalang Wayang Kampung Sebelah(WKS), Ki Jlitheng Suparman. Ketika pentas di pendapa Monumen Jaten, Karanganyar, Sabtu(16/3) malam, dia memunculkan perangkat komputer sebagai pelengkap iringan musik.

Wayang Kampung Sebelah yang sudah beberapa tahun digelar Ki Jlitheng Suparman memang bukan pakeliran wayang kulit purwo yang lazim digelar. Dia jarang memakai anak wayang kulit purwa.
Wayang yang dipakai untuk pementasan menampilkan tokoh kekinian yang tidak ada dalam vokabuler wayang purwa, seperti tokoh-tokoh pandawa maupun kurawa. Namun yang ditampilkan sosok warga masyarakat masa kini dengan nama-nama yang lazim dikenal. Seperti Kampret, Lik Karya, Ki Sidik Wacana, Pak Lurah atau Inul Darahnista.

Sementara lakon yang disajikan juga bukan dari babon ceritera wayang klasik baik Ramayana maupun Mahabarata. Dia sajikan lakon yang memunculkan peristiwa kekinian yang sarat dengan pesan kritik. ''Saya tidak ingin menggurui penonton tapi lebih menyuguhkan fakta yang terjadi di tengah masyarakat,'' katanya.

Untuk setiap akan mengadakan pergelaran, Ki Jlitheng memakai istilah serangan pentas. Wayang yang ditampilkan selama ini cukup dikenal di Solo dan sekitarnya. Bahkan pernah juga menjadi bintang di beberapa program tayangan televisi.

Soal laptop yang digunakan, merupakan properti yang sering digunakan untuk pentasnya. Meski di sekelilinya juga terdapat sejumlah instrumen musik baik tradisional maupun modern, namun dia masih menggunakan perangkat komputer itu sebagai iringan musik. Itu dilakukan saat dia memunculkan tokoh wayang klasik.

Seperti pada saat pentas di Monumen Jaten, dia menampilkan tokoh Baladewa dan Kresna. Pada pentas itu Ki Jlitheng mengangkat lakon Raja Linglung Masuk Kampung. Di dalamnya dia memunculkan wayang Baladewa dan Kresna sebagai bagian dari lakon itu, di samping tokoh-tokoh wayang yang biasa dia gunakan.

Ketika memainkan Baladewa dan Kresna itulah, laptop itu memperdengarkan iringan karawitan klasik, berbeda dengan iringan musik langsung yang dia usung selama pentas. Itulah salah satu keunikan serta menariknya WKS yang kini sudah merambah pentas di berbagai kota di tanah air.
( sri wahjoedi / CN34 / JBSM )

 Sumber  

 
Tanggapan terhadap artikel di atas:
            Kreatif ya itulah kata yang mampu mewakili atas apa yang di lakukan Ki Jlitheng Suparman. Beliau menggabungkan unsur teknologi masa kini dengan permainan wayang treadisional, bukan tanpa alasan beliau melakukan hal tersebut. Melihat perkembangan masa kini yang jauh dari budaya daerah yang memang mulai terlupakan. Penggabungan dua unsur ini sekiranya mampu menambah minat warga/masyarakat terutama para kalangan muda yang hampir tidak mengenali ataupun menyukai budaya wayang tradisianal ini. Bukan hanya penggunaan teknologi, beliau juga merubah cerita serta tokoh utama dalam pementasan wayangnya agar dapat menyesuaikan dengan cerita keseharian masa kini.
            Dengan adanya terobosan baru yang di buat Ki Jlitheng Suparman ini diharapkan budaya daerah terutama wayang ini dapat terus dinikmati dan tetap lestari keberadaannya hingga kapanpun. Generasi muda yang selanjutnya diharapkan juga mampu mempertahankan maupun terus mengembangkan inovasi baru atas pertunjukan wayang. Sehingga, wayang bukan hanya sekedar seni tradisional yang mampu bertahan namun juga sebagai budaya yang mampu tumbuh dan berkembang dengan seiringnya kemajuan era globlalisasi dan tak kalah dengan berbagai budaya asing yang menggunakan teknologi canggih. Dengan ini satu langkah besar menuju indahnya cinta budaya Indonesia mampu erobos batas era teknologi, dan sebagai seorang rakyat yang cinta akan budayanya sudah pasti kita h menrus mampu menjaga,melestarikan dan mengembangkan budaya wayang ini.

Artikel IBD "ISD sebagai salah satu MKDU"

Tahanan Polres Diperkosa Sejumlah Oknum Polisi
Penulis : Kontributor Palu, Erna Dwi Lidiawati | Jumat, 29 Maret 2013 | 20:15 WIB

PALU, KOMPAS.com — Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah nasib yang kini dialami salah seorang perempuan berinisial FM (24). Akibat tersandung kasus narkoba, FM mendekam di tahanan Kepolisian Resor Poso, Sulawesi Tengah. Namun naas, di dalam sel tahanan Polres Poso, FM diduga diperkosa oleh sejumlah anggota polisi.
                       
Terkait kasus ini, Kelompok Pemerhati Perempuan dan Anak (KPPA) Sulteng menggelar konferensi pers dengan sejumlah wartawan di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu di Jalan Rajawali 28, Palu, Jumat (29/3/2013).

Direktur KPPA Mutmainah Korona yang melakukan pendampingan terhadap kasus ini mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun timnya, FM diduga diperkosa oleh lebih dari satu orang anggota polisi di dalam sel tahanan pada Sabtu (23/3/2013) lalu.

"Kasus ini terbongkar karena ada saksi yang melihat kejadian itu. Kebetulan saksinya satu sel dengan korban. Saksi ini disuruh keluar dan di situlah perkosaan itu terjadi," kata Mutmainah Korona.

Berdasarkan hasil investigasi di lapangan yang dilakukan KPPA, pelaku memaksa korban dengan mengancam menggunakan pistol. "Oknum polisi tersebut sempat mengacungkan pistol ke arah korban. Ya karena ketakutan, dengan terpaksa FM melayani anggota polisi tersebut. Dan ini bukan sekali terjadi, tapi berulang," ujar Mutmainah.

Mutmainah berjanji akan mengawal kasus ini hingga keadilan diperoleh korban.
Editor :
Glori K. Wadrianto
 
 Sumber 
 

Tanggapan terhadap artikel di atas:
                Mengenaskan ya itulah kata yang pantas mewakili betapa rendahnya moral para penegak hukum di negara kita. Apa yang bisa kita contoh atau teladani dari oknum ini? Pantaskah mereka menempati jabatan mereka sebagi pelindung masyarakat dan penegak hukum? Kalau di kumpulkan terlalu banyak pertanyaan atas kasus sosial yang benar-benar mencoreng martabat seluruh angkatan besar kepolisian Indonesia. Meskipun korban adalah seorang narapidana akankah dia pantas mendapatkan tindakan asusila seperti ini, dia memang pantas untuk menerima hukuman atas apa yang dia perbuat tetapi bukan berarti dia kehilangan haknya sebagai manusia dan mendapatkan perlakuan yang tidak sepantasnya apalagi dari seorang penegak hukum.
                Jelas saja banyak kasus perkosaan di luar sana, toh orang yang seharusnya menjadi pemberantas kasus ini malah melakukannya bahkan di tempat yang seharusnya menjadi tempat yang mampu memberi efek jera atas segala penyimpangan hukum. Seakan-akan negara in kehilangan satu tempat terefektif untuk memberi kesan jera untuk para pelanggar hukum. Sekaligus juga kehilangan sosok yang seharusnya mampu memberikan contoh untuk mengetahui batasan hukum. Bagaimana orang diluar penjara akan takut akan hukum jika di dalam penjara saja masih bisa terjadi hal yang menyimpang hukum ini, pada akhirnya penjara tidak lagi memberi efek jera dan tidak ada lagi yang takut atas batasan hukum baik di dalam atau di luar penjara.