Monday 1 April 2013

Artikel IBD "manusia dan kebudayaan"

Ki Jlitheng Suparman Pakai Laptop Saat Pentas Wayang
18 Maret 2013 | 04:28 wib | Solo Metro

Solo, suaramerdeka.com - Kreativitas memunculkan peristiwa yang sering saling melengkapi atau bahkan tidak berhubungan satu sama lain. Seperti yang dilakoni dalang Wayang Kampung Sebelah(WKS), Ki Jlitheng Suparman. Ketika pentas di pendapa Monumen Jaten, Karanganyar, Sabtu(16/3) malam, dia memunculkan perangkat komputer sebagai pelengkap iringan musik.

Wayang Kampung Sebelah yang sudah beberapa tahun digelar Ki Jlitheng Suparman memang bukan pakeliran wayang kulit purwo yang lazim digelar. Dia jarang memakai anak wayang kulit purwa.
Wayang yang dipakai untuk pementasan menampilkan tokoh kekinian yang tidak ada dalam vokabuler wayang purwa, seperti tokoh-tokoh pandawa maupun kurawa. Namun yang ditampilkan sosok warga masyarakat masa kini dengan nama-nama yang lazim dikenal. Seperti Kampret, Lik Karya, Ki Sidik Wacana, Pak Lurah atau Inul Darahnista.

Sementara lakon yang disajikan juga bukan dari babon ceritera wayang klasik baik Ramayana maupun Mahabarata. Dia sajikan lakon yang memunculkan peristiwa kekinian yang sarat dengan pesan kritik. ''Saya tidak ingin menggurui penonton tapi lebih menyuguhkan fakta yang terjadi di tengah masyarakat,'' katanya.

Untuk setiap akan mengadakan pergelaran, Ki Jlitheng memakai istilah serangan pentas. Wayang yang ditampilkan selama ini cukup dikenal di Solo dan sekitarnya. Bahkan pernah juga menjadi bintang di beberapa program tayangan televisi.

Soal laptop yang digunakan, merupakan properti yang sering digunakan untuk pentasnya. Meski di sekelilinya juga terdapat sejumlah instrumen musik baik tradisional maupun modern, namun dia masih menggunakan perangkat komputer itu sebagai iringan musik. Itu dilakukan saat dia memunculkan tokoh wayang klasik.

Seperti pada saat pentas di Monumen Jaten, dia menampilkan tokoh Baladewa dan Kresna. Pada pentas itu Ki Jlitheng mengangkat lakon Raja Linglung Masuk Kampung. Di dalamnya dia memunculkan wayang Baladewa dan Kresna sebagai bagian dari lakon itu, di samping tokoh-tokoh wayang yang biasa dia gunakan.

Ketika memainkan Baladewa dan Kresna itulah, laptop itu memperdengarkan iringan karawitan klasik, berbeda dengan iringan musik langsung yang dia usung selama pentas. Itulah salah satu keunikan serta menariknya WKS yang kini sudah merambah pentas di berbagai kota di tanah air.
( sri wahjoedi / CN34 / JBSM )

 Sumber  

 
Tanggapan terhadap artikel di atas:
            Kreatif ya itulah kata yang mampu mewakili atas apa yang di lakukan Ki Jlitheng Suparman. Beliau menggabungkan unsur teknologi masa kini dengan permainan wayang treadisional, bukan tanpa alasan beliau melakukan hal tersebut. Melihat perkembangan masa kini yang jauh dari budaya daerah yang memang mulai terlupakan. Penggabungan dua unsur ini sekiranya mampu menambah minat warga/masyarakat terutama para kalangan muda yang hampir tidak mengenali ataupun menyukai budaya wayang tradisianal ini. Bukan hanya penggunaan teknologi, beliau juga merubah cerita serta tokoh utama dalam pementasan wayangnya agar dapat menyesuaikan dengan cerita keseharian masa kini.
            Dengan adanya terobosan baru yang di buat Ki Jlitheng Suparman ini diharapkan budaya daerah terutama wayang ini dapat terus dinikmati dan tetap lestari keberadaannya hingga kapanpun. Generasi muda yang selanjutnya diharapkan juga mampu mempertahankan maupun terus mengembangkan inovasi baru atas pertunjukan wayang. Sehingga, wayang bukan hanya sekedar seni tradisional yang mampu bertahan namun juga sebagai budaya yang mampu tumbuh dan berkembang dengan seiringnya kemajuan era globlalisasi dan tak kalah dengan berbagai budaya asing yang menggunakan teknologi canggih. Dengan ini satu langkah besar menuju indahnya cinta budaya Indonesia mampu erobos batas era teknologi, dan sebagai seorang rakyat yang cinta akan budayanya sudah pasti kita h menrus mampu menjaga,melestarikan dan mengembangkan budaya wayang ini.

No comments:

Post a Comment