Ki Jlitheng Suparman Pakai Laptop
Saat Pentas Wayang
18 Maret 2013 | 04:28 wib | Solo Metro
Solo, suaramerdeka.com - Kreativitas memunculkan peristiwa
yang sering saling melengkapi atau bahkan tidak berhubungan satu sama lain.
Seperti yang dilakoni dalang Wayang Kampung Sebelah(WKS), Ki Jlitheng Suparman.
Ketika pentas di pendapa Monumen Jaten, Karanganyar, Sabtu(16/3) malam, dia
memunculkan perangkat komputer sebagai pelengkap iringan musik.
Wayang Kampung Sebelah yang sudah beberapa tahun digelar
Ki Jlitheng Suparman memang bukan pakeliran wayang kulit purwo yang lazim
digelar. Dia jarang memakai anak wayang kulit purwa.
Wayang yang dipakai untuk pementasan menampilkan tokoh
kekinian yang tidak ada dalam vokabuler wayang purwa, seperti tokoh-tokoh
pandawa maupun kurawa. Namun yang ditampilkan sosok warga masyarakat masa kini
dengan nama-nama yang lazim dikenal. Seperti Kampret, Lik Karya, Ki Sidik
Wacana, Pak Lurah atau Inul Darahnista.
Sementara lakon yang disajikan juga bukan dari babon ceritera
wayang klasik baik Ramayana maupun Mahabarata. Dia sajikan lakon yang
memunculkan peristiwa kekinian yang sarat dengan pesan kritik. ''Saya tidak
ingin menggurui penonton tapi lebih menyuguhkan fakta yang terjadi di tengah
masyarakat,'' katanya.
Untuk setiap akan mengadakan pergelaran, Ki Jlitheng
memakai istilah serangan pentas. Wayang yang ditampilkan selama ini cukup
dikenal di Solo dan sekitarnya. Bahkan pernah juga menjadi bintang di beberapa
program tayangan televisi.
Soal laptop yang digunakan, merupakan properti yang
sering digunakan untuk pentasnya. Meski di sekelilinya juga terdapat sejumlah
instrumen musik baik tradisional maupun modern, namun dia masih menggunakan
perangkat komputer itu sebagai iringan musik. Itu dilakukan saat dia memunculkan
tokoh wayang klasik.
Seperti pada saat pentas di Monumen Jaten, dia
menampilkan tokoh Baladewa dan Kresna. Pada pentas itu Ki Jlitheng mengangkat
lakon Raja Linglung Masuk Kampung. Di dalamnya dia memunculkan wayang Baladewa
dan Kresna sebagai bagian dari lakon itu, di samping tokoh-tokoh wayang yang
biasa dia gunakan.
Ketika memainkan Baladewa dan Kresna itulah, laptop
itu memperdengarkan iringan karawitan klasik, berbeda dengan iringan musik
langsung yang dia usung selama pentas. Itulah salah satu keunikan serta
menariknya WKS yang kini sudah merambah pentas di berbagai kota di tanah air.
( sri wahjoedi / CN34 / JBSM )
Sumber
Tanggapan terhadap artikel di atas:
Kreatif ya itulah kata yang mampu
mewakili atas apa yang di lakukan Ki Jlitheng Suparman. Beliau
menggabungkan unsur teknologi masa kini dengan permainan wayang treadisional,
bukan tanpa alasan beliau melakukan hal tersebut. Melihat perkembangan masa
kini yang jauh dari budaya daerah yang memang mulai terlupakan. Penggabungan
dua unsur ini sekiranya mampu menambah minat warga/masyarakat terutama para
kalangan muda yang hampir tidak mengenali ataupun menyukai budaya wayang
tradisianal ini. Bukan hanya penggunaan teknologi, beliau juga merubah cerita
serta tokoh utama dalam pementasan wayangnya agar dapat menyesuaikan dengan
cerita keseharian masa kini.
Dengan
adanya terobosan baru yang di buat Ki Jlitheng Suparman ini diharapkan budaya
daerah terutama wayang ini dapat terus dinikmati dan tetap lestari
keberadaannya hingga kapanpun. Generasi muda yang selanjutnya diharapkan juga
mampu mempertahankan maupun terus mengembangkan inovasi baru atas pertunjukan
wayang. Sehingga, wayang bukan hanya sekedar seni tradisional yang mampu
bertahan namun juga sebagai budaya yang mampu tumbuh dan berkembang dengan
seiringnya kemajuan era globlalisasi dan tak kalah dengan berbagai budaya asing
yang menggunakan teknologi canggih. Dengan ini satu langkah besar menuju indahnya
cinta budaya Indonesia mampu erobos batas era teknologi, dan sebagai seorang
rakyat yang cinta akan budayanya sudah pasti kita h menrus mampu
menjaga,melestarikan dan mengembangkan budaya wayang ini.
No comments:
Post a Comment